Catatan Eko Prasetyo
editor Jawa Pos
Sebelum berangkat ngantor pukul 16.30, saya menyisihkan waktu 30 menit untuk kegiatan
close reading (membaca teliti). Setiap
hari.
Close
reading adalah upaya untuk memperoleh pemahaman
sepenuhnya atas suatu bahan bacaan (Tarigan, 1984: 36). Close reading merupakan salah satu istilah keterampilan membaca
yang kali pertama diperkenalkan oleh praktisi pendidikan Roger Farr dan Nancy
Roser dalam buku yang berjudul Teaching a
Child to Read yang diterbitkan Harcourt Brace Jovakovic Inc, New York,
Amerika Serikat, pada 1979.
Sebagai penulis dan editor buku, saya memandang
keterampilan membaca yang satu ini penting untuk dilakukan secara berkelanjutan
dan terus-menerus. Sebab, banyak manfaat yang bisa diperoleh dalam close reading.
Misalnya, untuk merampungkan novel Dewaruci, saya
membaca teliti buku-buku yang berkenaan dengan tokoh pewayangan Dewaruci
(kembaran Wrekudara atau Bima dalam bentuk halus dan bijaksana) serta KRI
Dewaruci yang merupakan kapal latih kadet (taruna) AAL yang menjadi setting cerita.
Dengan close
reading, saya berupaya memahami karakter tokoh secara mendalam, plot
cerita, hingga gaya penulisan. Termasuk memperkaya koleksi kosakata (diksi).
Berkaitan dengan hal itu, aktivitas close reading juga bisa diterapkan dalam
dunia pendidikan, khususnya kegiatan belajar mengajar (KBM). Menurut Farr dan
Roser, ada beberapa tujuan yang dicapai dalam close reading.
1.
mengingat dan memahami
ide-ide pengarang,
2.
menganalisis para tokoh,
3.
melukiskan hubungan-hubungan,
4.
mencari pola-pola, dan
5.
mencari gaya.
Membaca teliti isi buku biasanya mengandung
makna bahwa sang pembaca:
1.
Berusaha memahami organisasi,
hubungan ide-ide bawahan dengan ide-ide utama.
2.
Berusaha merangkaikan dan
menjalin informasi yang diperoleh ke dalam suatu kerangka yang telah ada (Farr
& Roser, 1979: 359).
Dari sisi behavioral, dengan close reading, sang pembaca diharapkan
dapat:
a.
mencari informasi melalui
daftar isi dan sumber-sumber lain,
b.
memilih informasi yang tepat
dan sesuai,
c.
menyusun serta mengingat
informasi dan ide-ide dengan cara membuat catatan, garis besar, dan rangkuman,
d.
menentukan penting atau
tidaknya ilustrasi grafik,
e.
menyesuaikan gaya dan
kecepatan membaca dengan tujuan dan hakikat bahan bacaan.
Close
reading sebenarnya merupakan bagian dari membaca
telaah atau membaca studi. Di perguruan tinggi, membaca telaah ini diperlukan ketika
seorang mahasiswa tengah menyusun karya tulis ilmiah.
Dalam close
reading, kita juga diajak untuk bisa membuat rencana telaah atau studi. Bagi
seorang penulis, menyusun itu menjadi sangat penting. Tujuannya adalah memahami
dan menguasai bahan bacaan. Dengan demikian, seorang pengarang atau penulis tak
akan sulit menyusun sebuah karya tulis yang sumber-sumber literasinya sudah
dikuasai secara baik.
Apa saja rencana studi atau telaah tersebut?
Dalam buku Teaching Elementary Reading
(1980) yang disusun Robert Karlin, rencana studi itu meliputi:
1.
menyurvei isi (survey: S),
2.
mengajukan pertanyaan yang
dapat membimbing kita dalam kegiatan membaca (question:
Q),
3.
membaca isi (read: R),
4.
menceritakan isi bacaan dengan
kata-kata kita sendiri (recite: R),
5.
meninjau kembali isi bacaan
itu, apakah yang kita ceritakan lewat kata-kata sendiri tersebut sesuai dengan
isi sebenarnya atau tidak (review: R).
Dalam istilah kerennya, rencana telaah atau
rencana studi yang terkait erat dengan close
reading itu disebut SQ3R.
Begitu besar manfaat close reading ini, khususnya ketika saya hendak menulis artikel opini
atau menyusun sebuah buku. Mengingat pentingnya keterampilan membaca teliti tersebut,
agaknya siswa-siswa di sekolah menengah atas (SMA) perlu mempelajari dan
menguasainya. Terutama jika mereka ingin melanjutkan studi ke jenjang yang
lebih tinggi (universitas).
Namun, masyarakat umum pun bisa mencoba aktivitas
close reading. Sebab, pada dasarnya, close reading merupakan alat yang
diperlukan untuk membaca bahan-bahan literatasi yang bersifat informatif.
Sidoarjo, 11 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar